Getting married is not as simple we can say.
Segala buncah kesenangan, pesta, pernak-pernik, tema, warna, dan segala hal lainnya itu, menurut saya semuanya hanya impian masa kanak-kanak yang (seringkali harus) diwujudkan dengan alasan menikah itu untuk sekali seumur hidup.
Buat saya, jauh sebelum saya memutuskan untuk menikah, bahkan sebelum saya bertemu dengan orang yang tepat, saya ingin berdamai dengan diri saya.
Artinya.. saya perlu mengetahui keinginan saya, kebutuhan saya, kelemahan saya, kelebihan saya, impian-impian saya, perasaan bahagia saya, rasa takut saya, rasa bersalah saya, perasaan-perasaan tidak nyaman saya, semua hal yang ada dalam diri saya, dan bagaimana saya mengelola sekaligus menerima semua itu menjadi satu paket berjudul 'This is Me'.
Semuanya itu harus saya ketahui lebih dulu.
Sebelum orang lain memasuki hidup saya.
Dengan begitu, saya sudah 'mapan' (kalo bisa dibilang begitu..). Dalam arti ketika saya siap-sedia menerima & berkomunikasi dengan diri saya, dengan kata lain -nyolong tagline sebuah iklan- 'Ku tau yang ku mau', begitu jugalah saya harus menerima orang lain yang nantinya akan menemani hari-hari saya. Sebaliknya, tentu dia juga harus menerima saya seperti saya sekarang ini.
Tapi sekali lagi, bahkan untuk menentukan 'ku tau yang ku mau' itu juga bukanlah hal yang gampang seperti bikin kopi.
Kita seringkali ada di persimpangan jalan ketika bertemu seseorang yang rasa-rasanya it meets the requirements..ganteng, baik hati, banyak teman, perhatian, suka menolong, rajin menabung..hmmm.. siapa juga yang gak nolak orang ini kan? ;p
Okelah, mungkin dia ganteng, tapi kegantengan gak menentukan segalanya.
Okelah, mungkin dia baik hati, tapi sebaik apa hatinya ketika dia bertemu dengan kelemahan-kelemahan kita?
Okelah, mungkin dia banyak teman, tapi dengan sekian banyak teman itu yang manakah yang benar-benar sahabat-sahabatnya?
Okelah, mungkin dia perhatian, tapi apakah dijamin perhatiannya yang khusus hanya untuk kita seorang? ;p
Okelah, mungkin dia suka menolong, lalu adakah imbalan yang dimintanya?
Okelah, dia rajin menabung, mmm... tandanya hemat ya bebbeeebbhh.... :D
Dan seabrek kualitas lainnya mungkin bisa membuat kita fallin' in love with him.
Tapi dalam perjalanan banyak hal bisa terjadi & kadang berubah jadi malapetaka.
Just be careful girls out there.. eh ini bukan nakut-nakutin denk, cuma memaparkan aja bahwa jangan terlalu cepat mengambil keputusan yang kamu tahu bahwa pernikahan itu untuk sekali seumur hidup.
Soo.. emangnya saya udah menemukan soulmate sejati saya? ;p
Mm.. emang sih saya gak jadi menikah sama Keanu Reeves, Matthew McConaughey, atau Prince William. Mereka semua baik... I think they all met the requirements... hahahhh... sayangnya mereka yang gak sadar bahwa saya ada! (-,-') *mimpi!*
Tapi seperti yang saya bilang di postingan sebelumnya, bahwa memang ada orang-orang yang ditakdirkan sebagai teman, sebagai sahabat, sebagai penolong, atau sebagai soulmate (dalam hal ini: pasangan hidup).
Tapi seorang soulmate, buat saya dia adalah seorang penolong, dan saya penolong baginya.
Dia adalah pecinta saya, dan saya pecintanya.
Dia adalah air mata saya ketika saya berbagi bahagia atau ratapan.
Dia dan saya berbagi mimpi yang bisa kami wujudkan bersama.
Dia menyediakan tubuh dan jiwanya untuk selalu bersama saya.
Dia orang yang bisa saya bagi nilai-nilai saya, tumbuh bersama saya, tua bersama saya.
Kami punya friendship, companionship, partnership, passion & love to make everything's brighter and beautiful even in the darkest part.
*gila..inspirasi dari mana nih.. eits, jangan salah, emang begini kalo orang lagi jatuh cinta, penuh sama bunga-bunga kata.. ;p*
Ok, ok, saya bukannya cuma ngomong doang. Buat wujudin itu, it takes years for me to practice it. Dan dia sanggup menunggu agar saya siap. Thank him for that, of course. ;)
Dan saya juga harus belajar prakteknya dalam hubungan pernikahan yang sebentar lagi di depan mata. Mm.. jd deg-degan...;p After more than 5 years, u know..!
Kata oma saya dulu waktu kami di dapur (kitchen girls' talk), kalau saya sudah menemukan orang yang kira-kira 80% aja yang cocok di hati, bisalah kita mutusin untuk menikah dengannya. Untuk yang 20%nya tinggal pinter-pinternya kita nyesuaiin diri n gak lupa serahkan sama TUHAN untuk segala rencana.. :)
Bener juga. Karena kita gak mungkin ketemu orang yang bisa 100% cocok sama kita. Apalagi saya juga sadar bahwa orang bisa berubah.
Dalam perjalanannya kan bisa aja kita menyadari, "Wah, kenapa sekarang dia begini yaa.. kenapa dia begituu...??"
Tapi ya harusnya jangan dijadiin alasan untuk bilang gak cocok dan langsung pisah, apalagi kalo udah merit.
Dan orang juga bisa gak berubah.
Artinya dengan segala pemikiran dan kebiasaannya yang udah melekat berpuluh-puluh taun, akan susah buatnya berubah seketika.
Terutama untuk hal-hal yang kita anggap (misalnya) buruk atau gak cocok sama kita.
It doesn't work, trust me. Hehe.
So, emang butuh banyak waktu untuk adaptasi. Tapi mungkin juga gak berlaku untuk penganut paham 'tabrak-lari' atau perjodohan, atau tanpa pacaran, atau 'lebih cepat lebih baik'. ;p
Intinya sih, ibarat gadget, pilihlah pasangan yang compatible dengan prinsip hidup & keyakinan kita. Biar gak bongkar-pasang lagi.
Dan yakini aja itu yang terbaik (tentu setelah diseleksi loh ya..).
Karena... diperlukan waktu seumur hidup untuk mengeksplorasi pasangan kita. Just enjoy! :)
Showing posts with label Tic-toc. Show all posts
Showing posts with label Tic-toc. Show all posts
Friday, November 12, 2010
LongDistanceRelationship
LDR. Long Distance Relationship.
Menjelang setahun hubungan kami, tiba-tiba kami dihadapkan pada kenyataan bahwa kami harus menjalani LDR alias hubungan jarak jauh, dikarenakan kekasih harus bertugas di kota lain.
Saya memang sudah menyiapkan diri untuk ini (apalagi sebelumnya saya sudah punya 2x pengalaman LDR walo singkat...ehemm...). Tapi saya tak menyangka jika akan secepat itu. Kami bahkan belum memikirkan bagaimana kami nanti akan berkomunikasi. Saya tiba-tiba merasa seperti ada yang tercerabut dari kehidupan sehari-hari saya yang telah terbiasa dengan kehadiran dirinya.
Sesudah ia pergi memang terasa bahwa kekosongan fisik karena ketidakhadiran dirinya bersama saya sangat menggusarkan.
Tapi apa mau dikata. Memang begitulah takdir hidup.
Selalu ada perubahan. Demi pengalaman berharga, demi prinsip, demi pekerjaan, demi kehidupan kelak.
Walau hanya sehari, terasa sebulan tak bertemu. ;)
Untungnyaa... ada operator telepon CDMA yang saat itu menawarkan tarif murahnya.
Kami pun berkomunikasi lewat HP. Pagi-siang-sore-malam.
Kata teman-teman kami..."Gak bosen ya nelpon/ditelpon terus?" atau.. "Apa aja sih yang diomongin sampai berjam-jam?"
Mmm..iya..betul juga. Apa ya yang kami omongin waktu itu sampai berjam-jam?
Siang telpon, malem telpon. Gak ada matinye. Hehe.
Ahh...seperti gak pernah jatuh cinta aja.
Kami ngomongin apapun di telepon. Apapun. Bahkan jika harus berantem, tertawa, tidur (ketiduran lebih tepatnya), baca kitab suci, nonton TV, film, ngegame, ngobrolin kerjaan-keluarga-orang2, bahas buku-majalah-film, ngomongin masa depan, sampai merayu-rayu gombal.
Memang, dalam situasi tertentu, komunikasi jarak jauh ini bisa dikata cukup 'adil' untuk kami.
Saya sih merasa begitu. Artinya, kami berdua bisa tetap menjalin hubungan berdua tapi juga bisa menjalani kehidupan pribadi kami masing-masing. Dia dengan pekerjaannya di sana, saya dengan kesibukan kuliah saya di sini. Dan saya cukup lega dengan itu. Toh kami tetap 'bersama', walaupun tidak terus-terusan bersama-sama secara fisik. Tapi kami mulai menikmati semua prosesnya.
Kami akhirnya belajar bagaimana mengatasi masalah demi masalah yang hanya dikomunikasikan lewat suara.
Padahal saya ingin betul...untuk suatu kasus tertentu, melihat ekspresinya, melihat reaksinya, melihat wajahnya...bukan hanya suara.. Kalau sudah seperti itu, tandanya saya kangen. ;p
Pada kenyataannya, tidak mudah menjalin komunikasi tetap stabil di telepon.
Banyak juga halangannya. Dari segi teknis, HP kami berdua cepat panas karena kami ngobrol gak kira-kira.
Minimal 1 jam...paling lama 3-4 jam. Itupun sekali telpon..dan biasanya di waktu malam. Kalo sebelum itu, misalnya siang bisa setengah jam atau lebih. Kalo HP udah panas, biasanya kami berhenti sebentar, diterusin nanti; atau memang gangguan dari operatornya tiba-tiba putus.
Dampaknya, kuping jadi capek & cepet panas juga.. dan kadang-kadang pusing. ;p Walau pake earphone atau speaker tetap aja kita kena radiasi kan.
Dari kami sendiri, kendalanya adalaaahh... mmm... misalnya gini....
Kekasih saya itu saking semangatnya telpon, kalo dah kelamaan saya ditinggal tidur! Iya.. bisa aja gitu tiba-tiba saya denger suara dengkuran halus di telepon... gosh!
Akhirnya saya musti ngertiin dia kalo kecapekan abis dari kantor, jadi saya say goodbye n tutup telponnya.
Lain kali saya yang musti ngingetin dia tentang apa yang kita obrolin karena udah gak nyambung karena ngantuk. (--')
Atau di lain waktu, saya harus nahan perasaan kalo lagi-lagi ditinggal tidur.. karena bagaimanapun juga dia capek seharian kerja n besok harus masuk pagi lagi. Hhhmmhhh.....
Kalo yang diobrolin lagi gak terlalu penting sih bagi saya gak masalah. Toh masih ada hari esok.
Tapi kalo yang dibahas lagi pengen dibahas saat itu juga, atau ada hal penting yang lagi pengen saya omongin saat itu, dan ternyata harus terputus/terpotong... rasanyaa.. sebel juga! Soalnya belum tentu besok topik itu bisa dibahas juga. (Apalagi kalo lagi berantem trus dipotong... uuhh.. gak seru...;p)
Di sisi lain, kadang saya merasa jenuh...bosan.. merasa monoton, kurang menantang... seperti yang saya pernah bilang ke dia. Dia pikir dia membosankan bagi saya... tapi bukan, bukannya dia yang membosankan.
Tapi mungkin saya aja yang merasa situasinya jadi serba monoton. Ritual-ritual telpon kami jadi sama.. tanpa ritual-ritual aktivitas bersama. Tapi biasanya kejenuhan ini tak berlangsung lama.
Segera sesudah saya mensyukuri keadaan kami, saya sudah bisa 'berpikir' normal kembali dan kembali kangen-kangenan sama dia. :D
Oia, LDR kami bukan cuma aktivitas telpon aja yang meningkat. Tapi biaya perjalanan juga jadi meningkat, hehe. Kami memang tidak pernah menentukan dalam kurun waktu berapa kami harus bertemu.
Sesempatnya saja. Saya tahu aktivitas di kantornya juga padat, jadi kapanpun dia sempat dia pasti akan segera 'pulang' ke pelukan saya...ehemm...
Biasanya dia pulang sebulan sekali... Tapi kalo ada acara yang tidak bisa ditinggalkan, bisa jadi dia pulang di bulan berikutnya lagi... Jadilah dia mengapel saya terus.. Sesekali sih kalo ada waktu, saya juga dateng ke kotanya. Yahh.. intinya LDR gak seseram yang dibayangin kok. (Eh, emang ada yang bilang seram?)
Anywaaayy... di antara segala masalah yang sudah kami hadapi... nyatanya kami terus bertahan sampai hari ini. Di dua tahun hubungan kami dia ingin meningkatkan hubungan kami. Kami bertunangan.
Dan ini tahun ketiga kami bertunangan. Hmm.. saya bisa menebak, pasti Anda pikir, "Ihhh...lama banget sih tunangannya...?? Kapan meritnya??" Tenang.. bukan cuma Anda yang bertanya-tanya,saya orang lain pun begitu.. jadi kami sudah sangat biasa menghadapinya.
Bukan apa-apa, kami hanya ingin semua proses ini berjalan alami. Segala yang perlu kami benahi dalam pribadi kami masing-masing bisa teratasi. Segala sesuatu yang perlu kami bereskan sebelum memasuki gerbang pernikahan yang sakral itu bisa kami siapkan. Sehingga ketika tiba waktunya, kami pun bisa dengan lega memberitakan kesiapan kami. Dan kami percaya rencana TUHAN bagi kami sangat indah dan tepat pada waktu-Nya. So, don't worry, be happy kan? :)
-Sampai hari ini, sudah lima tahun lebih kami bersama dalam LDR & we're still in love like the first-
Menjelang setahun hubungan kami, tiba-tiba kami dihadapkan pada kenyataan bahwa kami harus menjalani LDR alias hubungan jarak jauh, dikarenakan kekasih harus bertugas di kota lain.
Saya memang sudah menyiapkan diri untuk ini (apalagi sebelumnya saya sudah punya 2x pengalaman LDR walo singkat...ehemm...). Tapi saya tak menyangka jika akan secepat itu. Kami bahkan belum memikirkan bagaimana kami nanti akan berkomunikasi. Saya tiba-tiba merasa seperti ada yang tercerabut dari kehidupan sehari-hari saya yang telah terbiasa dengan kehadiran dirinya.
Sesudah ia pergi memang terasa bahwa kekosongan fisik karena ketidakhadiran dirinya bersama saya sangat menggusarkan.
Tapi apa mau dikata. Memang begitulah takdir hidup.
Selalu ada perubahan. Demi pengalaman berharga, demi prinsip, demi pekerjaan, demi kehidupan kelak.
Walau hanya sehari, terasa sebulan tak bertemu. ;)
Untungnyaa... ada operator telepon CDMA yang saat itu menawarkan tarif murahnya.
Kami pun berkomunikasi lewat HP. Pagi-siang-sore-malam.
Kata teman-teman kami..."Gak bosen ya nelpon/ditelpon terus?" atau.. "Apa aja sih yang diomongin sampai berjam-jam?"
Mmm..iya..betul juga. Apa ya yang kami omongin waktu itu sampai berjam-jam?
Siang telpon, malem telpon. Gak ada matinye. Hehe.
Ahh...seperti gak pernah jatuh cinta aja.
Kami ngomongin apapun di telepon. Apapun. Bahkan jika harus berantem, tertawa, tidur (ketiduran lebih tepatnya), baca kitab suci, nonton TV, film, ngegame, ngobrolin kerjaan-keluarga-orang2, bahas buku-majalah-film, ngomongin masa depan, sampai merayu-rayu gombal.
Memang, dalam situasi tertentu, komunikasi jarak jauh ini bisa dikata cukup 'adil' untuk kami.
Saya sih merasa begitu. Artinya, kami berdua bisa tetap menjalin hubungan berdua tapi juga bisa menjalani kehidupan pribadi kami masing-masing. Dia dengan pekerjaannya di sana, saya dengan kesibukan kuliah saya di sini. Dan saya cukup lega dengan itu. Toh kami tetap 'bersama', walaupun tidak terus-terusan bersama-sama secara fisik. Tapi kami mulai menikmati semua prosesnya.
Kami akhirnya belajar bagaimana mengatasi masalah demi masalah yang hanya dikomunikasikan lewat suara.
Padahal saya ingin betul...untuk suatu kasus tertentu, melihat ekspresinya, melihat reaksinya, melihat wajahnya...bukan hanya suara.. Kalau sudah seperti itu, tandanya saya kangen. ;p
Pada kenyataannya, tidak mudah menjalin komunikasi tetap stabil di telepon.
Banyak juga halangannya. Dari segi teknis, HP kami berdua cepat panas karena kami ngobrol gak kira-kira.
Minimal 1 jam...paling lama 3-4 jam. Itupun sekali telpon..dan biasanya di waktu malam. Kalo sebelum itu, misalnya siang bisa setengah jam atau lebih. Kalo HP udah panas, biasanya kami berhenti sebentar, diterusin nanti; atau memang gangguan dari operatornya tiba-tiba putus.
Dampaknya, kuping jadi capek & cepet panas juga.. dan kadang-kadang pusing. ;p Walau pake earphone atau speaker tetap aja kita kena radiasi kan.
Dari kami sendiri, kendalanya adalaaahh... mmm... misalnya gini....
Kekasih saya itu saking semangatnya telpon, kalo dah kelamaan saya ditinggal tidur! Iya.. bisa aja gitu tiba-tiba saya denger suara dengkuran halus di telepon... gosh!
Akhirnya saya musti ngertiin dia kalo kecapekan abis dari kantor, jadi saya say goodbye n tutup telponnya.
Lain kali saya yang musti ngingetin dia tentang apa yang kita obrolin karena udah gak nyambung karena ngantuk. (--')
Atau di lain waktu, saya harus nahan perasaan kalo lagi-lagi ditinggal tidur.. karena bagaimanapun juga dia capek seharian kerja n besok harus masuk pagi lagi. Hhhmmhhh.....
Kalo yang diobrolin lagi gak terlalu penting sih bagi saya gak masalah. Toh masih ada hari esok.
Tapi kalo yang dibahas lagi pengen dibahas saat itu juga, atau ada hal penting yang lagi pengen saya omongin saat itu, dan ternyata harus terputus/terpotong... rasanyaa.. sebel juga! Soalnya belum tentu besok topik itu bisa dibahas juga. (Apalagi kalo lagi berantem trus dipotong... uuhh.. gak seru...;p)
Di sisi lain, kadang saya merasa jenuh...bosan.. merasa monoton, kurang menantang... seperti yang saya pernah bilang ke dia. Dia pikir dia membosankan bagi saya... tapi bukan, bukannya dia yang membosankan.
Tapi mungkin saya aja yang merasa situasinya jadi serba monoton. Ritual-ritual telpon kami jadi sama.. tanpa ritual-ritual aktivitas bersama. Tapi biasanya kejenuhan ini tak berlangsung lama.
Segera sesudah saya mensyukuri keadaan kami, saya sudah bisa 'berpikir' normal kembali dan kembali kangen-kangenan sama dia. :D
Oia, LDR kami bukan cuma aktivitas telpon aja yang meningkat. Tapi biaya perjalanan juga jadi meningkat, hehe. Kami memang tidak pernah menentukan dalam kurun waktu berapa kami harus bertemu.
Sesempatnya saja. Saya tahu aktivitas di kantornya juga padat, jadi kapanpun dia sempat dia pasti akan segera 'pulang' ke pelukan saya...ehemm...
Biasanya dia pulang sebulan sekali... Tapi kalo ada acara yang tidak bisa ditinggalkan, bisa jadi dia pulang di bulan berikutnya lagi... Jadilah dia mengapel saya terus.. Sesekali sih kalo ada waktu, saya juga dateng ke kotanya. Yahh.. intinya LDR gak seseram yang dibayangin kok. (Eh, emang ada yang bilang seram?)
Anywaaayy... di antara segala masalah yang sudah kami hadapi... nyatanya kami terus bertahan sampai hari ini. Di dua tahun hubungan kami dia ingin meningkatkan hubungan kami. Kami bertunangan.
Dan ini tahun ketiga kami bertunangan. Hmm.. saya bisa menebak, pasti Anda pikir, "Ihhh...lama banget sih tunangannya...?? Kapan meritnya??" Tenang.. bukan cuma Anda yang bertanya-tanya,
Bukan apa-apa, kami hanya ingin semua proses ini berjalan alami. Segala yang perlu kami benahi dalam pribadi kami masing-masing bisa teratasi. Segala sesuatu yang perlu kami bereskan sebelum memasuki gerbang pernikahan yang sakral itu bisa kami siapkan. Sehingga ketika tiba waktunya, kami pun bisa dengan lega memberitakan kesiapan kami. Dan kami percaya rencana TUHAN bagi kami sangat indah dan tepat pada waktu-Nya. So, don't worry, be happy kan? :)
-Sampai hari ini, sudah lima tahun lebih kami bersama dalam LDR & we're still in love like the first-
Thursday, July 22, 2010
Sayang aku gak sih?
Pernah suatu waktu dia bertanya: "Kamu sayang gak sama aku?"
Sambil tersenyum geli, saya spontan tanya balik: "Kamuu... sayang aku gak?" (Tolong ini ga usah ditiru.. udah tau yang nanya butuh jawaban, jangan kasih pertanyaan balik.)
"Kan aku nanya kamu..?"
"Iyaa.. kamu dulu donk... kalo kamu sendiri gimana?"
"Jawab dulu donk.."
"Mm.. gimana yaa.. Menurutmu?" (mistake #2)
"Yaa.. kan aku yang nanya sama kamu.. kamu sayang gak sih sama aku?"
"Iyaa.. aku sayang kok sama kamu." (menyerah)
"Mmh.. aku juga sayaaaanngg bangett sama kamu..."
(aahh...satu lagi kalimat yang membelai kuping saya... disertai senyum-senyum sendiri gak jelas) ^.^
Itu tadi hanya percakapan telpon biasa (mm..kadang-kadang kami juga begitu kalau lagi ketemuan, hehe).
Sering dengar yang seperti itu?
Ato bahkan pernah melakukan atau melaluinya juga?
Menurutmu, apakah itu satu bentuk rayuan?
Menurut saya sih, pertanyaan dan jawaban itu mungkin sepele.
Mungkin ada orang yang bilang, "Aahh...cuma gitu aja kok.."
Atau, "Masa kayak gitu aja masih perlu ditanyain?"
Bisa juga, "Iihh..apaan sih pake gituan segala? Norak!"
Yang hobi nonton mungkin bilang, "Duh, kayak film India aja.." atau "Busett..sinetron banget sih!?"
Ok, ok...
Sebenernya, sebagai cewek, saya sih suka aja ada yang nanya gitu, apalagi kalo yang nanya adalah pasangan sendiri (pacar/kekasih/tunangan/suami). Oia, dalam kasus ini, si dia adalah tunangan saya.;)
Kenapa?
Karena:
1. Gak semua cowok bisa bertanya seperti itu langsung sama ceweknya. Itu artinya pasangan saya (utk selanjutnya disebut : tuna ;)) cukup punya keberanian untuk bertanya (Hore! Indikasi baik kan?). Jangan salah lho, ada hal-hal yang cowok emang gak bisa atau gak mau ngungkapin/tanyain, dengan bermacam-macam alasan tentunya (ya malulah, gengsilah, maleslah, ngerasa gak pentinglah, dan laen-laen.)
2. Dengan pertanyaan itu, walaupun saya dan dia sama-sama tahu jawabannya, kami bisa tahu emosi kami masing-masing saat itu. Iyaa, saat itu! Misalnya, sebelum menanyakan itu, kadang-kadang kami bercerita atau berdiskusi tentang suatu hal. Kalo ditanya seperti itu pas hati lagi berbunga atau lagi tenang-tentram-dan-damai sih pasti jawabnya semanis mungkin dan kalo perlu skalian bermanja-manja ato dibumbui dengan kalimat-kalimat heboh lainnya, heheheheee...;p
NAH... kalo saat kami lagi gak sepakat dan tiba waktunya harus menyudahi percakapan telpon, kalau dia tanya seperti itu, secara gak sadar suasana hati yang mungkin lagi gak enak jadi keluar. Ini jelas terlihat/terbaca/terdengar kalo saya menjawab dengan berat hati, "He-em." Atau "Iya." Atau diam. Kalau udah gitu, saya (dan dia) tahu bahwa saya lagi kesal, marah, atau ngambek, sehingga akhirnya ketauan deh dengan jawaban singkat itu (haha..).
Atau kalo lagi bareng/ketemuan, udah pasti bisa kebaca dari raut wajah saya (padahal dah dicool-coolin..hihi..)
Yah...saya berpikir itu mungkin salah satu caranya untuk menenangkan dan mengingatkan bahwa..'Hey, we're still in love..'
Berbeda pendapat bukan berarti kita gak saling sayang lagi kan? ;)
So, hal itu nunjukin bahwa sesederhana apapun pertanyaan dan jawabannya, emosi kita pasti terkandung di dalamnya.
Pernah dengar bahasa nonverbal? Nah, intonasi tanggapan/jawaban kita atau bahasa tubuh kita bisa jadi sedang menunjukkan emosi kita saat itu. #U know, yang bikin cowok bingung dan gak ngerti adalah: kadang-kadang cewek itu ucapannya suka beda ama emosi/raut wajahnya. Mana yang bisa dipercaya? Mm..sejauh ini menurutku sih, bacalah raut wajahnya, lalu kroscek lagi ama ucapannya. ;)#
Saya ngerasa, si tuna tampaknya cukup memahami saya dalam hal ini. *nglirik si dia, thank him.*
3. Saya merasa bahwa esensi pertanyaan itu lebih kepada ungkapan kepedulian dia dengan perasaan saya terhadapnya. Kenapa juga dia harus repot menanyakan itu kalau dia tahu saya emang sayang dia?
Bahasa ilmiahnya: pertanyaan retoris alias pertanyaan yang gak perlu dijawab! (karena diasumsikan dah tau jawabannya).
Secara positif saya berpikir bahwa pertanyaan itu memang tepat untuk diungkapkan kepada pasangan. Dengan kita menanyakan hal itu, artinya kita PEDULI dengan perasaan pasangan. Kita juga bisa merasakan kesungguhan atau ketertarikannya pada kita (kecuali kalo dia emang bohong! Oops!). Mempedulikan perasaan pasangan seringkali kita abaikan karena kita terbiasa berpikir 'sudah pasti dia sayang aku'.
Ketika dia tanya "Kamu sayang aku gak?" artinya dia membuka diri untuk MENDENGARKAN perasaan saya, walaupun mungkin dia udah tahu jawabannya.
Atau dengan pertanyaan lain seperti, "Kamu lebih suka aku pake yang hitam atau yang abu-abu?" Ini berarti dia PEDULI dengan PENDAPATKU (walaupun mungkin nanti jawabannya coklat dan dia pada akhirnya lebih milih abu-abu *sigh*).
Atau dengan pertanyaan lain seperti, "Kamu lebih suka aku pake yang hitam atau yang abu-abu?" Ini berarti dia PEDULI dengan PENDAPATKU (walaupun mungkin nanti jawabannya coklat dan dia pada akhirnya lebih milih abu-abu *sigh*).
At least... hal itu adalah bentuk komunikasi yang gak cuma tanya-jawab semata, tapi juga punya kandungan nonverbal yang baik untuk pasangan. (beeuhhh... kandungan, emangnya mineral..;p)
Oia, dengan ditanya begitu, kita juga bisa lebih mengevaluasi hati kita dengan pasangan. Bisa jadi kan... misalnya nih, suatu saat ternyata kita sudah gak punya rasa lagi sama si dia, tapi takut untuk bilang.
Kalau pas kita ditanya begitu, yah ungkapin aja yang sejujurnya tentang keadaan hati kita yang mungkin udah 'not into him'.
Tapi ngasi jawabannya musti hati-hati.. biar gak nyakitin pasangan dan kasih waktu buat dia untuk lebih memahami kita dan keinginan kita.
Jadi girls, kalo ditanya begitu sama pasangan, gak perlu buru-buru 'menolak' tapi berikanlah jawaban yang sesuai hatimu. Ciiehh...
Eh, eh, kalo gak ditanya gitu gimana?
Well, ada 2 opsi:
Opsi 1. Kita aja dulu yang nanya (mancing nih), belajar juga ngeliat verbal-nonverbalnya. Sapa tau... (berharap) dia juga balik nanya ke kita. Hehehee...
Opsi 2. Tunggu sampe dia tanya. Kalo udah ngebet dan dia masih gak nanya juga, maka ulangi opsi 1. ^^
(lagipengenditanyalagidanpengenngejawablagi)